Ada yang pernah membaca mengenai CRO? Atau minimal pernah mendengar?
Kalau belum pernah mendengar sama sekali, berikut definisi CRO diambil dari Wikipedia:
In internet marketing, conversion optimization, or conversion rate optimization (CRO) is a system for increasing the percentage of visitors to a website that convert into customers,[1] or more generally, take any desired action on a webpage.[2] It is commonly referred to as CRO.
CRO (Conversion Rate Optimization) adalah tata cara untuk meningkatkan konversi (…..) apapun sesuai dengan goal dari perusahaan. Misalkan di toko online, meningkatkan konversi pengunjung toko online menjadi leads atau bahkan pelanggan.
Sebelum saya memulai tulisan tentang CRO ini, ada satu hal yang ingin saya jelaskan terlebih dahulu, mengenai perbedaan antara marketing dan sales.
Ketika kita bergelut di ranah marketing, maka biasanya KPI yang diukur adalah leads. Untuk sales, maka KPI yang diukur tentu saja penjualan.
Leads adalah calon pelanggan yang tertarik dengan penawaran atau produk kita. Kalau di toko online, orang-orang yang menghubungi WhatsApp kita misalnya.
Oke ya. Jadi yang akan saya bahas disini adalah dari sisi Marketing yang artinya LEADS, LEADS, dan LEADS.
CRO Does Matter
Saya yakin, sebagian besar dari kita luput dari proses optimasi konversi karena terlalu sibuk bergelut dengan hal teknis periklanan, entah menggunakan Facebook Ads ataupun Google Adwords. Hal-hal teknis seperti cara menargetkan audience yang oke, cara melakukan split test, cara menanam pixel, dan sebagainya.
Sekarang akan saya gambarkan kenapa CRO itu penting sekali.
Misalkan biaya iklan kita di Facebook adalah Rp100.000,- dan mendapatkan 10000 impressi. Dari 10000 impressi itu, 10% melakukan klik ke iklan kita, yaitu 1000 orang. Dari 1000 orang tersebut, 1% tertarik dengan penawaran kita, dan menghubungi lewat WhatsApp, sehingga ada 10 leads yang datang dari iklan kita.
Kemudian, kita menganggap bahwa iklan tersebut performanya bagus, sehingga melakukan scaleup, menambah biaya iklan.
Tapi tunggu dulu…..
Benarkah dengan biaya iklan sebesar Rp100.000,- “hanya” menghasilkan 10 leads? Bagaimana kalau bisa meningkatkan konversi leads sebesar 1% saja, sehingga total ada 2% leads yang masuk?
Kecil kelihatannya,, tapi mari kita hitung….
2% dari 1000 orang adalah 20 leads! Artinya, bila meningkatkan persentasi konversi sebesar 1%, kita berpotensi meningkatkan penghasilan sebesar 100%! Dengan biaya iklan yang sama, kita bisa mendapatkan leads yang lebih banyak!.
Oke, sekarang saya yakin, Anda yang sedang membaca ini mulai tertarik dengan pembahasan saya.
Lanjut…
Nyatanya, meningkatkan konversi itu tidak semudah hitung-hitungan kasarnya. Karena ada banyak sekali faktor yang dapat meningkatkan konversi.
Contoh yang paling gampang, kecepatan load situs kita. Situs kita lama dibuka? Jangan harap konversinya akan bagus. Yang jelas pasti akan lebih banyak pengunjung yang kabur, ketimbang yang bertahan. Ini yang paling gampang.
Tools Yang Bisa Digunakan
Suatu perusahaan konsultan di luar sana melakukan riset kecil-kecilan, metode apa yang sering mereka gunakan ketika melakukan proses CRO?
67% dari responden menjawab bahwa mereka minimal melakukan A/B test dan 58% melakukan Customer Journey Analysis. Bicara mengenai marketing, berarti kita bicara mengenai data, data, dan data. Bisa jadi, ini yang biasanya sering miss atau terlupakan.
Contoh kecilnya adalah kita biasanya bergerak atau melakukan sesuatu berdasarkan asumsi semata, misalnya selama ini kita menganggap bahwa tombol WhatsApp berwarna merah itu paling ngejreng, paling tinggi konversinya. Ya bisa jadi,, mungkin… Itu hanya sekedar asumsi, sedangkan marketing adalah mengenai data. Apakah benar warna merah yang paling tinggi konversinya?
Disinilah perlu adanya A/B test. Dengan A/B test, kita akan membedakan misalnya warna-warna tombol WhatsApp tersebut, dan kemudian dari data yang dihasilkan, dilihat mana yang paling konversi.
Perlu diingat bahwa, perubahan sekecil apapun, bisa memberikan dampak yang signifikan terhadap tingkat konversi.
Sedangkan customer journey analysis adalah proses untuk memahami perilaku pengunjung suatu situs, bagaimana mereka berinteraksi dengan situs kita. Misalnya, sejauh mana mereka melakukan scroll, alur klik mereka dari halaman yang satu ke halaman yang lain, dan banyak lagi.
Banyak software diluaran sana yang dapat digunakan untuk membantu proses analisis data-data di situs kita. Entah mau yang gratis ataupun berbayar. Google sendiri sudah menyediakan tool gratis untuk membantu kita melakukan proses analisis.
Google Analytics
Powerfull. Sering dilupakan orang. Padahal dengan memanfaatkan Google Analytics ini, kita bisa men-tracking hampir apapun di situs kita. Misalnya dalam konteks toko online:
1. Membuat alur “completed purchase”
Di Google Analytics, kita bisa membuat alur komplit pembeli di toko online kita, dari mulai pembeli melihat produk, kemudian melakukan Add To Cart (menambahkan ke keranjang belanja), sampai halaman pembelian berhasil.
Lalu buat apa kita mengetahui data-data tersebut?
Perhatikan gambar diatas. Misalkan dari proses melihat produk, ada 23 orang yang melihat produk kemudian 15 diantaranya melanjutkan ke keranjang belanja. Dan di halaman keranjang belanja, 9 orang meneruskan ke proses checkout, kemudian 6 orang sukses melakukan pembelian.
Dari gambar kita bisa melakukan analisis, misalnya, kenapa dari halaman keranjang belanja, hanya 50% saja yang masuk ke proses checkout? Apakah mereka lupa? Apakah mereka ter-distract sesuatu yang lain di toko online kita?. Keranjang belanja yang ditinggalkan begitu saja ini biasa disebut Abandoned Cart. Kemudian dari situ bisa saja diputuskan untuk tim sales melakukan follow up ke pelanggan yang meninggalkan keranjang belanjaannya.
2. Melihat perilaku pengunjung di situs
Secara default, Google Analytics sudah menyediakan fitur Behaviour Flow. Fungsinya untuk melihat perilaku pengunjung situs kita.
Dari gambar diatas, perilaku pengunjung dapat kita analisis. Misalkan, pengunjung masuk ke situs kita paling banyak memulai dari halaman yang mana sih? Kemudian, dari halaman tersebut, mereka kemana lagi ya? Kenapa dari halaman tersebut ada yang langsung keluar tanpa melihat halaman lain?
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, kemudian dibuat analisis yang nantinya bisa menjadi rujukan untuk meningkatkan konversi pelanggan situs kita.
3. Membuat Dashboard E-Commerce
Salah satu fitur baru dari Google Analytics adalah dashboard e-commerce. Dashboard ini juga dapat diintegrasikan dengan WooCommerce, sehingga semua transaksi dapat dicatat oleh Google Analytics.
Misalnya, kita bisa melihat produk paling laku di toko online kita beserta revenue yang didapat. Dari sini kita bisa memutuskan untuk melakukan promosi lebih ke produk yang mana kan??. Di dashboard e-commerce ini juga kita bisa melihat tingkat konversi pengunjung ke penjualan.
Setelah proses analisis, tentu saja kita harus melakukan A/B test. Seperti yang saya sebutkan diatas, kita tidak bisa berasumsi. Kita harus melihat data. Dan asiknya, Google sudah menyediakan tool gratis untuk melakukan A/B test ini.
Google Optimize
Merupakan salah satu keluarga baru dari tool gratisan Google. Fungsinya adalah untuk melakukan A/B test. Sedikit saya jelaskan terlebih dahulu mengenai A/B test. Diambil dari Wikipedia.
In marketing and business intelligence, A/B testing is a term for a controlled experiment with two variants, A and B.[1] It can be considered as a form of statistical hypothesis testing with two variants leading to the technical term, two-sample hypothesis testing, used in the field of statistics
A/B test adalah melakukan test atau biasa disebut split test untuk 2 varian atau beberapa varian situs kita. Misalkan kita ingin melakukan test “Tombol warna apa sih yang bikin orang ngeklik?”, atau “Headline kaya apa sih yang bikin orang tertarik?”.
Dari hasil pengetesan, nantinya akan terlihat varian-varian mana saja yang mempunyai konversi lebih tinggi ketimbang varian lainnya.
Ingat, perubahan sekecil apapun, dapat menyebabkan dampak yang besar pada tingkat konversi situs kita.
Contoh pada gambar diatas. Saya melakukan A/B test terhadap warna suatu button, dalam hal ini misalnya adalah tombol WhatsApp. Jadi, ketika orang klik tombol WhatsApp tersebut, orang akan langsung menghubungi CS saya lewat WhatsApp.
Misalkan ada 100 pengunjung yang mengunjungi toko online saya. Apabila dibandingkan masing-masing warna, maka hasilnya adalah sebagai berikut:
Merah | Biru | Hijau | |
---|---|---|---|
Lead Masuk | 36,43%x100
Sekitar 36 lead |
49,91%x100
Sekitar 49 lead |
46,55%x100
Sekitar 46 lead |
Artinya, apabila saya menggunakan warna biru pada button atau tombol WhatsApp saya, maka potensi konversinya lebih besar ketimbang lainnya. Lalu, apakah artinya warna biru merupakan yang paling konversi? Di kasus saya, IYA. Tapi belum tentu di kasus lainnya, maka dari itu, perlu dilakukan A/B test untuk membuktikan benar atau salahnya asumsi kita.
Dari contoh diatas, baru satu bagian yang dilakukan test. Padahal ada banyak bagian yang bisa kita lakukan tweak untuk meningkatkan konversi. 🙂
Dua tool gratis dari Google tersebut sudah cukup untuk membantu kita melakukan analisis terhadap situs kita. Untuk lebih mudahnya lagi, kita bisa mengintegrasikan Google Tag Manager dengan kedua tool diatas, sehingga proses tracking suatu event dapat dilakukan tanpa perlu memahami bahasa pemrograman.
Inti dari tulisan ini adalah untuk meningkatkan penghasilan situs kita, tidak melulu harus terfokus kepada masalah teknis periklanan. Sementara, ada hal yang penting lainnya yang kita lupakan, yaitu meningkatkan konversi. Dengan meningkatkan konversi, maka lead yang kita dapatkan akan lebih besar… Dan biaya yang lebih murah…
Iya.. Saya terpaksa me-mention kata murah, supaya Anda lebih tertarik…. :p